Rabu, 28 Desember 2011

aku hanya sedang berlatih untuk melupakan dan tak mendengar ucapan dari orang lain yang mengkritikku dengan tujuan menghinaku,
aku berusaha untuk mengabaikan dan tak akan memikirkan hal itu,
belajar untuk berfikir positif mungkin yang terbaik untukku,
apa yang orang lain katakan tentangku adalah bentuk perhatian mereka padaku,
itulah penilaian mereka yang akan membant dan mempermudah diriku untuk memperbaiki diri,
bukan untuk jatuh dan terpuruk,
benar begitukan?

aku akan menjaga hatiku dan tak akan membiarkannya terusik dangan hal-hal sepele yang tidak sedikitpun bermanfaat,
aku rasa hatiku tercipta bukan sebagai rumah singgah dan sarang kegelisahan, kekhawatiran, dan kesedihan,
namun Allah menciptakan hati ini untuk singgah bagi ketenangan, keikhlasan, kadamaian, dan kebahagiaan,
yah, memang seharusnya demikian,
aku hanya perlu memilih,

pintu hati ini akan ku kunci rapat-rapat dan tak akan pernah kubuka kunciny untuk kesedihan,
karena aku tahu ada Allah yang menjagaku, yang melindungiku dan senantiasa mencintaiku,
selamat tinggal kesedihan, aku tak akan pernah merindukanmu,
dengan izin Allah, selamat datang kebahagiaan. . .
aku butuhkan waktu untuk mengerti tentang semua ini
aku butuh waktu
seperti matahari butuhkan waktu untuk bersinar,
seperti bulan butuhkan waktu untuk bercahaya,
seperti pohon butuhkan waktu untuk berbuah,
seperti angin butuhkan waktu untuk berhmbus,
dan seperti air butuhkan waktu tuk temukan muaranya,
aku butuhkan waktu,
aku butuhkan waktu untuk mengerti, untuk mengerti,

tentang batu yang kokoh dapat melapuk
tentang angin yang sejuk menjadi badai
tentang air yang hangat menjadi begitu menyengat
tentang pohon tak berakar dapat berbuah
tentang lingkaran pelangi
tentang lingkaran kehidupan
dan mungkin lingkaran setiap langkah dalam hidupku

mungkin aku tak pantas katakan kecewa pada rang lain
karena mungkin, akupun mengecewakan bagi meraka
aku. . .aku. . .aku. . .
hidupku penuh dengan kata aku
namun, tak jua aku mengerti sepenuhnya tentang aku
aku hanya ingin memberikan warna pada setiap yang aku lewati
walau warna itu tak seindah yang diharapkan,
walau warna itupun akan pudar oleh waktu,
walau tak seorangpun melihat warna itu,
tak masalah bagiku

Tahukah kalian tentang dasar Negara kita? Eits. . .  jangan mengaku bangsa Indonesia kalau kalian tidak tahu apa dasar Negara kita. Yap betul sekali, pancasila merupakan dasar Negara bangsa Indonesia.  Tentu sangat bangga ketika didepan masyarakat dunia kita memperkenalkan diri, bahwa kita adalah anak indonesia. Sebuah prestasi besar ketika orang tahu kitalah Indonesia dengan hanya menyebut satu kata, pancasila. Yah, pancasila merupakan dasar Negara Indonesia, kepribadian banggsa Indonesia, pedoman bangsa Indonesia, dan pancasila mengandung nilai-nilai luhur. Subuah hadiah terindah yang di anugerahkan Allah pada bangsa Indonesia. Namun kenyataannya, pancasila seolah telah dilupakan, pancasila kini terabaikan, oleh warga Indonesia sendiri. Tidak semestinya pancasila menjadi dasar Negara yang terabaikan di bumi pertiwi ini. Suatu kewajiban bagi kita sebagai generasi penerus bangsa, tidak lupa diri, tidak lupa bahwa kita adalah anak Indonesia yang hidup berdasarkan pancasila. Kitalah sebagai pemuda bangsa yang seharusnya mempersiapkan kekuatan, melatih mental agar jiwa pancasila melekat pada hati kita, dan pada kepribadian kita.
 Banyak orang yang mengaku dasar negaranya adalah pancasila, namun kenyataannya tidak tahu apa itu pancasila, tidak tahu bagaimana pancasila. Sudahkah nilai-nilai pancasila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Sudahkah kita menjadi masyarakat Indonesia yang sesungguhnya?Dengan melihat keadaan bangsa yang masih seperti ini. Dimana pancasila? Dimana dasar Negara kita? Teroris dimana-mana. Adakah kerukunan dalam beragama sesuai dengan sila pertama ‘ Ketuhanan Yang Maha Esa’. Dimana rasa saling menghormati antar  umat beragama? Bukankah akan lebih indah dan damai ketika persatuan antar umat beragama terjalin? Kehidupan akan lebih tentram dan damai.  Kerukunan, ketertiban dan kedamaian kini seolah telah jauh dari Indonesia. Itu salah siapa? ulah siapa? Siapa yang bertanggungjawab? Hanya ada satu jawaban. KITA, kitalah sebagai warga Negara Indonesia yang bertanggungjawab atas kesejahteraan Indonesia, bertanggungjawab atas kedamaian Indonesia, bertanggungjawab atas ketertiban dan kemajuan bangsa kita sendiri. bukan saling menyalahkan, namun saling mengingatkan satu sama lain. Mengingatkan siapa kita, mengingatkan betapa hebatnya indonesia jika dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
Namun, lihatlah apa yang kini terjadi dengan bangsa Indonesia? Masih saja ada pejabat-pejabat tinggi yang dengan rasa tanpa dosa tega merampas hak-hak rakyat, mengambil yang bukan miliknya, dan lebih mementingkan kehidupan sendiri dibandingkan kesejahteraan masyarakat. Praktek korupsi kini menjadi bahan pembicaraan sehari-hari. siapa yang bersalah, dihukum tidak setimpal dengan perbuatannya. Apa Karena dia mempunyai kekuasaan? kekayaan?status sosial?. tidak karena satupun. Sedangkan masih saja ada yang hanya mencuri seekor ayam harus rela meringkuk dipenjara bertahun-tahun. Apakan ini adil?  Dimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Jangan pernah bermimpi bisa mewujudkan Negara yang berdasarkan pancasila jika kita saja masih egois, masih mementingkan diri sendiri, dan terlampau acuh dengan dasar Negara sendiri.
Lihatlah keadaan saat ini, monopoli, monopsoni, dan pasar persaingan bebas masih mewarnai kehidupan ekonomi bangsa kita. Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial yang tidak juga teratasi sampai saat ini. Mulai saat ini sadarlah betapa kita melangkah menjauhi pancasila, menjauhi tujuan bangsa. Pancasila, bukan hanya sebuah mimpi untuk Indonesia. Namun pancasila adalah harapan. Batapa Indonesia akan maju ketika telah benar-benar berdasarkan pancasila. Katika seluruhnya masyarakat dan petinggi-petinggiyna berperilaku sesuai dengan pancasila. Ketika pemerintah menjalankan roda pemerintahannya sesuai dengan pancasila. Indonesia akan secepat kilat disegani oleh warga dunia. Dan tentunya DENGAN BANGGA KU KATAKAN, AKU ANAK INDONESIA.